Kamis, 25 September 2008

kopral kandidat doktor

Kopral Kandidat doktor

Kopral Kandidat Doktor Bercerita
Berikut kisah nyata dari dunia prajurit berpangkat kopral, kepada siapa hendak mengadu, dinding hirarki menghimpit sendi asaku. betapa tidak, coba anda bayangkan, saya seorang prajurit dengan pangkat kopral, pangkat saya sepertinya sudah tidak dapat naik lagi, bukan karena kebodohan saya tentunya.
Walaupun kopral tetapi saya juga seorang kandidat doktor/kuliah pada jenjang s3, namun TNI tetap tidak pernah ada perhatian, peduli pada nasib Sang Kopral. Coba anda bayangkan kandidat doktor dengan pangkat kopral, ironisnya saya sudah diterima di IAIN, dan diminta langsung pelimpahannya kepada Panglima TNI, tetapi tidak bisa. Saya punya pangkat akademis dengan level 3c pada jenjang kepegawaian. Namun sekali lagi TNI tetap suatu tradisi dengan harga mati. Jawaban Mabes TNI tetap sama, tidak ada UU yang mengatur jenjang pelimpahan prajurit kopral, yang ada setingkat letkol keaatas. Padahal jelas universitas membutuhkan seorang kandidat doktor, bukan seorang letkol. Bukankah kopral juga prajurit?, manusia, adakah hak hidup untuk karirnya di negeri ini.Bukankah UU tersebut bikinan manusia, kenapa mesti harga mati, mungkin karena secara politis kopral tidak diperhitungkan.
Walau demikian saya tetap bertekad semoga saya suatu saat nanti dapat menyelesaikan S3 saya sekaligus dapat meraih tingkatan ke jenjang guru besar, walau belum ada yang peduli kepada kopral hingga kini.
Saya yakin walau saya tidak boleh jadi pimpinan karena berawal dari kopral, tetapi Ins Allh, saya kelak bisa menjadi Professor, UU untuk kopral tidak ada, sehingga dapat diprediksi kelak, walau saya professor saya tetap kopral, golongan Ic.
Walaupun saya sekarang kandidat doktor tah saya tetap sebagai kopral, saya bekerja sebagai Pa bon/juru taman, potong rumput dikesatuan saya. Trima kasih saya sampaikan kepada yang membaca tulisan ini.

Selasa, 23 September 2008

Camar laut 75

Rekan camar laut 75, kobarkan semangat juangmu dengan gigih, dengan tanpa mengenal putus asa, bentuk pertahanan diri yang kuat dan yakin. Termasuk perencanaan yang matang bila melakukan sesuatu. Walau hidup ini sebuah the pluralis society pertahankan kegigihan anda dalam mewujudkan gagasan anda, tetapi tetaplah berjalan pada jalur yang benar.
Hirarki memang menghimpit sendi gerakmu, tetapi bukankah manusia dimata Tuhan mempunyai hak yang sama, untuk itu, tidak usah minder hati. Walau strata anda terpinggirkan sekalipun, mereka tetap sekelompok manusia, sebuah komenitas yang mengesekutifkan dirinya untuk mempertahankan sekelompok rezim. Sebagai langkah antipati munculnya Kopral Hitler yang menjadi seorang pemimpin, tentu lebih tangguh karena tahu persis pergaulan dari tingkat terbawah, sehingga lebih menjiwai.
Memang pemimpin sekarang tidak berangkat dari bwah, dan jangan anda harapkan berorientasi kebawah, mereka komunitas persekongkolan yang mempertahankan rezim kekuasaan tetap berada pada kelompoknya, ya siaapa lagi kalau bukan para kompeni. Dulu memang kompeni itu Belanda, tetapi sekarang ya kompeninya bangsa kita sendiri yang berkuasa, bagaimana tidak aturan dan tingkah laku mereka masih berdasarkan pada aturan Kompeni Belanda yang diterjemahkan, jangan salahkan kalau sebagian mereka masih berpikiran menindas bangsanya sendiri, otoriter, menutup aspirasi dari bawah.
Namun anda jangan berputus asa, Tuhan bersama kita, tetaplah pada relnya, bersabarlah walau dalam kondisi sakit hati,trim.

Kamis, 18 September 2008

Prajurit Karir

Menurut hemat kami, istilah prajurit karir tidak cocok digunakan untuk strata bintara, terlebih tamtama (Anggota/yang berpangkat peltu kebawah).Mengingat berbicara masalah adalah suatu jenjang bertahap kearah tingkatan yang lebih baik. Coba anada bayangkan dimana letak karir seorang tamtama, apa dapat disebut karir kalau ujung-ujungnya hanya pansiun seorang kopral, atau sersan. Dalam dunia TNI sama saja masih disebut anggota, Umumnya perwira enggan disebut anggota tyetapi perwira. Dimana letak karir kami kalau kami dulu masuk TNI pada tahu 1991 kami diperintah ngarit/menyabit rumput setiap hari, tujuh belas tahun kemudian jadilah kami seorang kopral atau sersan yang juga masih nyabit setiap hari pekerjaannya. Inikah yang disebut karir?, memang ada yang bisa jadi perwira, tetapi nadanya agak miring karena sering kena perwira masuk sore/capa. Tetapi jauh tidak mewakili dengan jumlah anggota yang tetap ngarit, teramat jauh perbandingannya, jangan sebut alasan sumber daya lho, pasalnya biar doktor pendidikan s3 sekalipun, kalau kopral atau sersan sama saja tetap bekerja sebagai penyabit rumput, pembersih sektor dan yang sejenisnya. Inikah yang disebut karir?

Rabu, 10 September 2008

kopral dua

Kopral Kandidat Doktor Bercerita
Berikut kisah nyata dari dunia prajurit berpangkat kopral, kepada siapa hendak mengadu, dinding hirarki menghimpit sendi asaku. betapa tidak, coba anda bayangkan, saya seorang prajurit dengan pangkat kopral, pangkat saya sepertinya sudah tidak dapat naik lagi, bukan karena kebodohan saya tentunya.
Walaupun kopral tetapi saya juga seorang kandidat doktor/kuliah pada jenjang s3, namun TNI tetap tidak pernah ada perhatian, peduli pada nasib Sang Kopral. Coba anda bayangkan kandidat doktor dengan pangkat kopral, ironisnya saya sudah diterima di IAIN, dan diminta langsung pelimpahannya kepada Panglima TNI, tetapi tidak bisa. Saya punya pangkat akademis dengan level 3c pada jenjang kepegawaian. Namun sekali lagi TNI tetap suatu tradisi dengan harga mati. Jawaban Mabes TNI tetap sama, tidak ada UU yang mengatur jenjang pelimpahan prajurit kopral, yang ada setingkat letkol keaatas. Padahal jelas universitas membutuhkan seorang kandidat doktor, bukan seorang letkol. Bukankah kopral juga manusia, adakah hak hidup untuk karirnya di negeri ini.Bukankah UU tersebut bikinan manusia, kenapa mesti harga mati, mungkin karena secara politis kopral tidak diperhitungkan.
Walau demikian saya tetap bertekad semoga saya suatu saat nanti dapat menyelesaikan S3 saya sekaligus dapat meraih tingkatan ke jenjang guru besar, walau belum ada yang peduli kepada kopral hingga kini.
Saya yakin walau saya tidak boleh jadi pimpinan karena berawal dari kopral, tetapi Ins Allh, saya kelak bisa menjadi Professor, UU untuk kopral tidak ada, sehingga dapat diprediksi kelak, walau saya professor saya tetap kopral, golongan Ic.
Walaupun saya sekarang kandidat doktor tah saya tetap sebagai kopral, saya bekerja sebagai Pa bon/juru taman, potong rumput dikesatuan saya. Trima kasih saya sampaikan kepada yang membaca tulisan ini.

Selasa, 09 September 2008

kopral milineum

Selasa, 2008 September 09

Kopral Kandidat doktor

Kopral Kandidat Doktor Bercerita
Berikut kisah nyata dari dunia prajurit berpangkat kopral, kepada siapa hendak mengadu, dinding hirarki menghimpit sendi asaku. betapa tidak, coba anda bayangkan, saya seorang prajurit dengan pangkat kopral, pangkat saya sepertinya sudah tidak dapat naik lagi, bukan karena kebodohan saya tentunya.
Walaupun kopral tetapi saya juga seorang kandidat doktor/kuliah pada jenjang s3, namun TNI tetap tidak pernah ada perhatian, peduli pada nasib Sang Kopral. Coba anda bayangkan kandidat doktor dengan pangkat kopral, ironisnya saya sudah diterima di IAIN, dan diminta langsung pelimpahannya kepada Panglima TNI, tetapi tidak bisa. Saya punya pangkat akademis dengan level 3c pada jenjang kepegawaian. Namun sekali lagi TNI tetap suatu tradisi dengan harga mati. Jawaban Mabes TNI tetap sama, tidak ada UU yang mengatur jenjang pelimpahan prajurit kopral, yang ada setingkat letkol keaatas. Padahal jelas universitas membutuhkan seorang kandidat doktor, bukan seorang letkol. Bukankah kopral juga manusia, adakah hak hidup untuk karirnya di negeri ini.Bukankah UU tersebut bikinan manusia, kenapa mesti harga mati, mungkin karena secara politis kopral tidak diperhitungkan.
Walau demikian saya tetap bertekad semoga saya suatu saat nanti dapat menyelesaikan S3 saya sekaligus dapat meraih tingkatan ke jenjang guru besar, walau belum ada yang peduli kepada kopral hingga kini.
Saya yakin walau saya tidak boleh jadi pimpinan karena berawal dari kopral, tetapi Ins Allh, saya kelak bisa menjadi Professor, UU untuk kopral tidak ada, sehingga dapat diprediksi kelak, walau saya professor saya tetap kopral, golongan Ic.
Walaupun saya sekarang kandidat doktor tah saya tetap sebagai kopral, saya bekerja sebagai Pa bon/juru taman, potong rumput dikesatuan saya. Trima kasih saya sampaikan kepada yang membaca tulisan ini.

kopral jay

Selasa, 2008 September 09

Kopral Kandidat doktor

Kopral Kandidat Doktor Bercerita
Berikut kisah nyata dari dunia prajurit berpangkat kopral, kepada siapa hendak mengadu, dinding hirarki menghimpit sendi asaku. betapa tidak, coba anda bayangkan, saya seorang prajurit dengan pangkat kopral, pangkat saya sepertinya sudah tidak dapat naik lagi, bukan karena kebodohan saya tentunya.
Walaupun kopral tetapi saya juga seorang kandidat doktor/kuliah pada jenjang s3, namun TNI tetap tidak pernah ada perhatian, peduli pada nasib Sang Kopral. Coba anda bayangkan kandidat doktor dengan pangkat kopral, ironisnya saya sudah diterima di IAIN, dan diminta langsung pelimpahannya kepada Panglima TNI, tetapi tidak bisa. Saya punya pangkat akademis dengan level 3c pada jenjang kepegawaian. Namun sekali lagi TNI tetap suatu tradisi dengan harga mati. Jawaban Mabes TNI tetap sama, tidak ada UU yang mengatur jenjang pelimpahan prajurit kopral, yang ada setingkat letkol keaatas. Padahal jelas universitas membutuhkan seorang kandidat doktor, bukan seorang letkol. Bukankah kopral juga manusia, adakah hak hidup untuk karirnya di negeri ini.Bukankah UU tersebut bikinan manusia, kenapa mesti harga mati, mungkin karena secara politis kopral tidak diperhitungkan.
Walau demikian saya tetap bertekad semoga saya suatu saat nanti dapat menyelesaikan S3 saya sekaligus dapat meraih tingkatan ke jenjang guru besar, walau belum ada yang peduli kepada kopral hingga kini.
Saya yakin walau saya tidak boleh jadi pimpinan karena berawal dari kopral, tetapi Ins Allh, saya kelak bisa menjadi Professor, UU untuk kopral tidak ada, sehingga dapat diprediksi kelak, walau saya professor saya tetap kopral, golongan Ic.
Walaupun saya sekarang kandidat doktor tah saya tetap sebagai kopral, saya bekerja sebagai Pa bon/juru taman, potong rumput dikesatuan saya. Trima kasih saya sampaikan kepada yang membaca tulisan ini.

Kopral Kandidat doktor

Kopral Kandidat Doktor Bercerita
Berikut kisah nyata dari dunia prajurit berpangkat kopral, kepada siapa hendak mengadu, dinding hirarki menghimpit sendi asaku. betapa tidak, coba anda bayangkan, saya seorang prajurit dengan pangkat kopral, pangkat saya sepertinya sudah tidak dapat naik lagi, bukan karena kebodohan saya tentunya.
Walaupun kopral tetapi saya juga seorang kandidat doktor/kuliah pada jenjang s3, namun TNI tetap tidak pernah ada perhatian, peduli pada nasib Sang Kopral. Coba anda bayangkan kandidat doktor dengan pangkat kopral, ironisnya saya sudah diterima di IAIN, dan diminta langsung pelimpahannya kepada Panglima TNI, tetapi tidak bisa. Saya punya pangkat akademis dengan level 3c pada jenjang kepegawaian. Namun sekali lagi TNI tetap suatu tradisi dengan harga mati. Jawaban Mabes TNI tetap sama, tidak ada UU yang mengatur jenjang pelimpahan prajurit kopral, yang ada setingkat letkol keaatas. Padahal jelas universitas membutuhkan seorang kandidat doktor, bukan seorang letkol. Bukankah kopral juga manusia, adakah hak hidup untuk karirnya di negeri ini.Bukankah UU tersebut bikinan manusia, kenapa mesti harga mati, mungkin karena secara politis kopral tidak diperhitungkan.
Walau demikian saya tetap bertekad semoga saya suatu saat nanti dapat menyelesaikan S3 saya sekaligus dapat meraih tingkatan ke jenjang guru besar, walau belum ada yang peduli kepada kopral hingga kini.
Saya yakin walau saya tidak boleh jadi pimpinan karena berawal dari kopral, tetapi Ins Allh, saya kelak bisa menjadi Professor, UU untuk kopral tidak ada, sehingga dapat diprediksi kelak, walau saya professor saya tetap kopral, golongan Ic.
Walaupun saya sekarang kandidat doktor tah saya tetap sebagai kopral, saya bekerja sebagai Pa bon/juru taman, potong rumput dikesatuan saya. Trima kasih saya sampaikan kepada yang membaca tulisan ini.

Nikah siri syah hukumnya

Nikah pada hakekatnya salah satu ibadah mahgdza yang telah diperintahkan Tuhan bagi orang dewasa yang telah memenuhi syarat untuk sebuah pernikahan. Nikah merupakan penyatuan lahir dan batin insan dewasa, dan disakralkan olehNya, sehingga tidak selayaknya manusia membuat permainan bahkan sandiwara tentang nikah, apabila tidak ada kecocokan dari kedua belah pihak.

Banyak perdebatan tentang nikah, seperti nikah siri dan nikah resmi di tengah masyarakat pada era milinium, ini perdebatan yang sangat disayangkan, terlebih apabila didalamnya telah dipolitisir.

Pada PP. X th 1983 tentang pernikahankhususnya nikah siri bagi pegawai negeri , sungguh sepihak dan sangat ironis bila dibandingkan keberadaan masyarakat yang pluralisme, pancasilais, bahkan agamis. Coba anda renungkan dan referensikan antara dengan Pancasila, pasal 29 UUD 1945, bahwa negara menjamin kemerdekaan masing-masing penduduk untuk menjalankan kebebasan beragama, sesuai dengan keyakinan masing-masing. Ini sudah sangat jelas.

Bukankah nikah suatu ibadah yang perintahkan oleh Tuhan, mengapa pada PP tersebut sangat mengintimisasi, mengancam, mengekang kebebasan masalah pernikahan, khususnya bila menyangkut poligami, bukankah ini ibadah. Walaupun undang-undang ini hanya berlaku bagi pegawai negeri, tetapi ini ketimpangan dan diskriminatif sepihak.

Tidak usah berbicara ke agama dulu, mestinya Pancasila dan undang-undang adalah sumber dari segala sumber hukum sudah selayaknya dihargai?, mengapa kebalikannya. Dan PP.X telah nyata benar mengkesampingkan Pancasila dan UUD 1945, tetapi kuat sekali legitimasinya. Bahkan Depag tidak berdaya untuk dapat bersikap adil.

Arrijallu Qawwamunna ala nisa , laki-laki adalah pemimpin atas perempuan. Seorang pemimpin/presiden mengerjakan sesuatu boleh memberitahu kegiatannya kepada wakilnya, sifatnya sebatas memberi tahu, bukan malah minta izin. Di negeri ini seolah sudah menjadi harga mati, ditambah legitimasi Depag yang status quo, padahal rasulullah tidak selalu minta izin apabila menikah lagi, bahkan rasul pernah membawa istri dari medan perang, dari seorang perempuan yang dinikahinya dari peperangan, dibawa pulang selanjutnya diperkenalkan dengan istri yang lain.

ikah adalah hak asazi, syarat nikah jelas telah dewasa dan mampu memberi nafkah lahir dan batin, dan pada hakekatnya tidak ada dalam ajaran syar,i istilah nikah siri dan nikah resmi, itu hanya akal- akalan pihak yang berkepentingan, dalam hal ini Depag. Seorang yang telah menjalani pernikahan sudah syah dan remi dimata Tuhan dan manusia, apabila telah memenuhi syarat dan rukunnya, sudah ijab qabul, sekalipun tidak ditulis penghulu Depag.

Nikah siri menurut syar'i hukumnya syah dan merupakan ibadah, kalau sudah syah dihadapan Tuhan tentu syah dihadapan manusia, ini harus diakui, walaupun tidak tercatat dalam buku pernikahan versi Depag, tolong hormatilah mereka yang mengerjakannya.

Sebagai manusia yang beragama insan sejati pancasilais, seharusnya mengerti dan dapat memahami kondisi perundang-undangan ini, berikan kesempatan pada mereka yang menjalankan ibadah, termasuk menikah. Jangan usik keberadaannya sekalipun nikah siri, larena mengusik orang beribadah adalah perbuatan dhalim.

Belajarlah secara utuh dan menyeluruh, disertai pengetahuan yang benar, sungguh-sungguh sangat ironis kalau orang lain sudah sampai Planet Mars, sementara orang muslim hanya eker-ekeran, intimidasi masalah ibadah yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Diposting oleh Jay di 05:02 0 komentar
Berlangganan: Posting (Atom)

Nikah siri syah hukumnya


Nikah pada hakekatnya salah satu ibadah mahgdza yang telah diperintahkan Tuhan bagi orang dewasa yang telah memenuhi syarat untuk sebuah pernikahan. Nikah merupakan penyatuan lahir dan batin insan dewasa, dan disakralkan olehNya, sehingga tidak selayaknya manusia membuat permainan bahkan sandiwara tentang nikah, apabila tidak ada kecocokan dari kedua belah pihak.

Banyak perdebatan tentang nikah, seperti nikah siri dan nikah resmi di tengah masyarakat pada era milinium, ini perdebatan yang sangat disayangkan, terlebih apabila didalamnya telah dipolitisir.

Pada PP. X th 1983 tentang pernikahankhususnya nikah siri bagi pegawai negeri , sungguh sepihak dan sangat ironis bila dibandingkan keberadaan masyarakat yang pluralisme, pancasilais, bahkan agamis. Coba anda renungkan dan referensikan antara dengan Pancasila, pasal 29 UUD 1945, bahwa negara menjamin kemerdekaan masing-masing penduduk untuk menjalankan kebebasan beragama, sesuai dengan keyakinan masing-masing. Ini sudah sangat jelas.

Bukankah nikah suatu ibadah yang perintahkan oleh Tuhan, mengapa pada PP tersebut sangat mengintimisasi, mengancam, mengekang kebebasan masalah pernikahan, khususnya bila menyangkut poligami, bukankah ini ibadah. Walaupun undang-undang ini hanya berlaku bagi pegawai negeri, tetapi ini ketimpangan dan diskriminatif sepihak.

Tidak usah berbicara ke agama dulu, mestinya Pancasila dan undang-undang adalah sumber dari segala sumber hukum sudah selayaknya dihargai?, mengapa kebalikannya. Dan PP.X telah nyata benar mengkesampingkan Pancasila dan UUD 1945, tetapi kuat sekali legitimasinya. Bahkan Depag tidak berdaya untuk dapat bersikap adil.

Arrijallu Qawwamunna ala nisa , laki-laki adalah pemimpin atas perempuan. Seorang pemimpin/presiden mengerjakan sesuatu boleh memberitahu kegiatannya kepada wakilnya, sifatnya sebatas memberi tahu, bukan malah minta izin. Di negeri ini seolah sudah menjadi harga mati, ditambah legitimasi Depag yang status quo, padahal rasulullah tidak selalu minta izin apabila menikah lagi, bahkan rasul pernah membawa istri dari medan perang, dari seorang perempuan yang dinikahinya dari peperangan, dibawa pulang selanjutnya diperkenalkan dengan istri yang lain.

ikah adalah hak asazi, syarat nikah jelas telah dewasa dan mampu memberi nafkah lahir dan batin, dan pada hakekatnya tidak ada dalam ajaran syar,i istilah nikah siri dan nikah resmi, itu hanya akal- akalan pihak yang berkepentingan, dalam hal ini Depag. Seorang yang telah menjalani pernikahan sudah syah dan remi dimata Tuhan dan manusia, apabila telah memenuhi syarat dan rukunnya, sudah ijab qabul, sekalipun tidak ditulis penghulu Depag.

Nikah siri menurut syar'i hukumnya syah dan merupakan ibadah, kalau sudah syah dihadapan Tuhan tentu syah dihadapan manusia, ini harus diakui, walaupun tidak tercatat dalam buku pernikahan versi Depag, tolong hormatilah mereka yang mengerjakannya.

Sebagai manusia yang beragama insan sejati pancasilais, seharusnya mengerti dan dapat memahami kondisi perundang-undangan ini, berikan kesempatan pada mereka yang menjalankan ibadah, termasuk menikah. Jangan usik keberadaannya sekalipun nikah siri, larena mengusik orang beribadah adalah perbuatan dhalim.

Belajarlah secara utuh dan menyeluruh, disertai pengetahuan yang benar, sungguh-sungguh sangat ironis kalau orang lain sudah sampai Planet Mars, sementara orang muslim hanya eker-ekeran, intimidasi masalah ibadah yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Diposting oleh Jay di 05:02 0 komentar
Berlangganan: Posting (Atom)


2008/7/19 Blogs.com <contact@sixapart.com>

We're still setting the stage for Blogs.com and will let you know as soon as we launch. Please confirm your subscription to our newsletter by clicking the link below:

Click here to confirm your subscription.

Thanks for signing up!

Blogs.com